Reportase Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan Seri 3
Strategi Adaptif: Kebijakan Kesehatan pada Masa COVID-19, Tahun 2020 – 2022
PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Departemen Sejarah FIB UGM menyelenggarakan Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan “Perkembangan Transformasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999-2023” pada April hingga Juni mendatang. Kali ini webinar mengangkat topik “Strategi Adaptif: Kebijakan Kesehatan pada Masa COVID-19,2020 – 2022”, yang diselenggarakan pada Rabu (20/5/2025). Webinar ini membahas penerapan dari kebijakan kesehatan pada masa Pandemi COVID-19 yang terjadi pada 2020 hingga 2022. Diskusi ini diharapkan dapat memahami sejarah kebijakan kesehatan dengan menganalisis konteks sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi kebijakan kesehatan di Indonesia pada pada masa COVID-19. Selain itu, diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan kesehatan yang diterapkan sehingga dapat menjadi wadah berdiskusi akan tantangan dan peluang dalam implementasi dari penerapan reformasi di bidang kesehatan.
Pada pengantar, Prof. Laksono Trisnantoro mengutip sejarawan Amerika Stephen Ambrose: “The past is a source of knowledge, and the future is a source of hope.” Dengan kutipan ini, bahwa memahami sejarah kebijakan kesehatan Indonesia, termasuk respon selama pandemi COVID-19, bukan semata bernostalgia atau melihat ke belakang, melainkan untuk memperkaya wawasan dalam merancang sistem kesehatan yang lebih tangguh, inklusif, dan adil di masa depan. Dengan mengetahui bagaimana kebijakan diambil, dijalankan, dan menghadapi hambatannya, kita memperoleh knowledge; dan dari situ, lahirlah hope, bahwa reformasi yang lebih baik masih mungkin dan perlu diperjuangkan.
Adapun tujuan dari Seri 3 ini tidak terbatas pada penjabaran kronologis semata, tetapi juga diarahkan untuk menjadi forum diskusi yang kritis dan reflektif tentang berbagai tantangan serta peluang dalam implementasi reformasi kesehatan. Webinar ini diharapkan dapat memfasilitasi pemahaman kolektif tentang bagaimana kebijakan kesehatan dibentuk dan dijalankan dalam situasi krisis, serta bagaimana pelajaran dari masa pandemi dapat menjadi dasar untuk merancang kebijakan yang lebih tangguh dan inklusif di masa depan.
Prof. Laksono menyoroti bahwa pandemi COVID-19 yang dimulai pada awal tahun 2020 membawa dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah Indonesia merespons secara adaptif melalui pembentukan gugus tugas penanganan COVID-19 di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta melakukan berbagai mobilisasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan, pemberian insentif, pelonggaran Surat Tanda Registrasi (STR), dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan. Tindakan-tindakan ini mencerminkan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam mengendalikan pandemi, yang pada dasarnya mencerminkan strategi adaptif yang menjadi sorotan utama dalam webinar ini.
Sebagai penutup pengantar, Prof. Laksono juga memperkenalkan dua seri webinar selanjutnya. Seri 4 akan membahas tema “Era Baru Sistem Kesehatan Indonesia: Kebijakan Kesehatan Pada Masa Pasca COVID-19,” yang akan dilaksanakan pada Rabu, 28 Mei 2025. Sementara itu, Seri 5 akan mengusung tema besar “A Critical Evaluation of 25 Years of National Health Policy in Indonesia: From Reform to Post COVID-19 (1999–2023)” yang akan diselenggarakan dalam forum Konferensi Internasional HOMSEA (History of Medicine in Southeast Asia) ke-10 di Fakultas Ilmu Budaya, UGM pada Rabu, 25 Juni 2025. Keseluruhan rangkaian ini merupakan bagian dari upaya sistematis dalam membangun historiografi kebijakan kesehatan di Indonesia yang komprehensif dan kontekstual. MATERI Video
Kemudian, dalam paparan materi dari Bapak N.A. Ma’ruf memulai dengan menjelaskan bagaimana guncangan awal pandemi COVID-19 melanda Indonesia secara tiba-tiba, menciptakan kepanikan dan ketidaksiapan sistem kesehatan nasional dalam merespons krisis kesehatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penularan virus yang sangat cepat dan luas menyebabkan berbagai persoalan multidimensi, mulai dari kesehatan, sosial, hingga ekonomi. Pemerintah merespons secara darurat dengan mengalokasikan anggaran besar yang mencapai total Rp1.895,5 triliun hingga 2022. Dari jumlah tersebut, Rp 344,77 triliun dialokasikan untuk sektor kesehatan, Rp 744,77 triliun untuk perlindungan sosial, serta sisanya untuk dukungan usaha, insentif fiskal, dan pendanaan lintas kementerian/lembaga. Namun demikian, korban jiwa tetap sangat besar, baik dari kalangan masyarakat umum maupun tenaga kesehatan, termasuk 2.172 nakes yang gugur, terdiri dari 756 dokter serta 1.416 perawat, bidan, dan tenaga laboratorium medis.
Pada fase intervensi, pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas tracing melalui regulasi dan inovasi digital, namun masih dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti data yang tidak akurat, keterbatasan tracer, dan rendahnya kepatuhan masyarakat. Tracing yang tidak optimal mempercepat penyebaran virus sebelum kontak erat teridentifikasi. Untuk mengatasi hal ini, diterbitkan Kepmenkes Nomor 4641 Tahun 2021 dan dilakukan pelibatan lintas sektor, termasuk TNI, Polri, dan pemerintah daerah. Permasalahan testing juga signifikan, seperti keterbatasan laboratorium, alat, dan SDM, yang direspons dengan memperluas jejaring lab PCR dari 164 menjadi lebih dari 1.100 unit. Selain itu, penguatan layanan rumah sakit dilakukan melalui penetapan RS rujukan, namun lonjakan kasus varian Delta tetap menyebabkan krisis oksigen dan tingginya keterisian tempat tidur hingga 80% di beberapa daerah.
Perubahan pendekatan kebijakan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi bentuk strategi adaptif berikutnya. PSBB, yang diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020, awalnya diterapkan secara luas, tetapi terbukti memiliki keterbatasan dalam menahan mobilitas penduduk. Oleh karena itu, mulai Januari 2021, pemerintah mengganti pendekatan menjadi PPKM dengan sistem level yang lebih fleksibel sesuai kondisi daerah. Kebijakan karantina wilayah pun turut disesuaikan—dari skala besar menjadi lebih mikro, seperti pembatasan operasional perkantoran dan fasilitas umum. Puncaknya, pada 30 Desember 2022, kebijakan PPKM resmi dicabut seiring membaiknya situasi pandemi. Hingga pada fase stabilisasi, vaksinasi massal menjadi strategi utama pemerintah untuk mencapai kekebalan kelompok, dimulai pada 23 Desember 2020. Program ini didukung oleh regulasi seperti Perpres Nomor 99 Tahun 2020 dan Permenkes Nomor 19 Tahun 2021, serta kerja sama internasional dengan produsen vaksin dan aliansi global seperti CEPI dan GAVI. Sektor swasta turut berkontribusi melalui donasi vaksin, APD, dan layanan telemedicine. Penanganan pandemi secara resmi diakhiri dengan terbitnya Perpres Nomor 48 Tahun 2023, yang mengalihkan status pandemi menjadi endemi dan membubarkan KPCPEN.
Dalam bagian akhir paparannya, Ma’ruf menekankan bahwa pandemi ini, meskipun menyakitkan, memberikan banyak pelajaran penting bagi Indonesia. Beberapa pembelajaran strategis (lesson learned) yang dapat diambil adalah: pentingnya penguatan sistem kesehatan nasional secara berkelanjutan; perlunya regulasi dan tata kelola darurat yang adaptif dan siap diterapkan kembali di masa depan; sinergi antar lembaga dan pemerintah daerah yang harus terus dibina pasca pandemi; serta tumbuhnya kesadaran kolektif untuk memperkuat ketahanan nasional dalam berbagai bidang, tidak hanya kesehatan, tetapi juga pangan, energi, dan ekonomi. Pandemi COVID-19 telah menjadi momentum berharga untuk membangun fondasi kebijakan kesehatan yang lebih tangguh dan berorientasi jangka panjang.
Pada penutupan webinar kali ini, moderator menyampaikan juga bahwa akan ada agenda terdekat berupa diskusi mengenai Sejarah Kebijakan Kesehatan pada masa pasca COVID-19. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada Rabu, 28 Mei 2025 dengan Tema “Era Baru Sistem Kesehatan Indonesia: Kebijakan Kesehatan Pada Masa Pasca COVID-19,” dengan narasumber Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. selaku Guru Besar, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM dan pengantar diskusi yang disampaikan oleh Dr. Abdul Wahid, M.Hum., M.Phil; selaku Kepala Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Laman Utama Webinar
Reporter:
Aulia Putri Hijriyah, S. Sej. dan Galen Sousan Amory, S. Sej.