WEBINAR SEJARAH KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA
Webinar Sejarah Kebijakan Kesehatan
Pengantar
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan senantiasa dibutuhkan oleh manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan dari segi informasi, pelayanan preventif, promotif, kuratif rehabilitatif merupakan hal pokok yang yang mestinya bisa diakses oleh individu secara mudah. Bahkan paradigma pelayanan kesehatan kini bertambah seiring dengan pembaruan undang-undang di bidang kesehatan yaitu pelayanan kesehatan paliatif. Sejarah kesehatan di Indonesia memiliki beberapa rezim dan pembentukan-pembentukan awalnya tidak dapat dilepaskan dari pendudukan penjajah di masa lalu. Setidaknya sejarah kesehatan di Indonesia dapat terbagi ke dalam 4 periode. Periode yang pertama adalah periode kolonial, kemudian dilanjutkan dengan periode pasca kemerdekaan (orde lama), periode ketiga adalah orde baru dan periode keempat adalah periode reformasi. Masing-masing dari periode tersebut memiliki pengaruh masing-masing terhadap agenda pembangunan kesehatan di Indonesia yang selanjutnya akan dibahas dalam bab yang terpisah.
Kebijakan-kebijakan mengenai bidang kesehatan perlu dimunculkan, dengan tujuan untuk memahami apa yang melatarbelakangi kebijakan tersebut muncul dan juga menilai apakah efektivitas dari kebijakan di bidang kesehatan tersebut menimbulkan suatu dampak yang mempengaruhi kebijakan kesehatan di masa kini. Hal ini juga selaras dengan motif penelitian sejarah yang berupaya untuk mengadakan penyelidikan dan kemudian melaksanakan pencatatan mengenai hubungan sebab akibat dan perkembangannya.
Tujuan
- Memahami Perkembangan Kebijakan Kesehatan di Indonesia
- Membandingkan paradigma dan pendekatan dalam pelayanan kesehatan di setiap periode maupun di setiap wilayah/daerah
- Menilai efektivitas kebijakan-kebijakan kesehatan di setiap periode
- Mengupas faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya kebijakan-kebijakan kesehatan di berbagai periode sejarah Indonesia
- Menghubungkan kebijakan kesehatan masa lalu dengan kebijakan saat ini, untuk membantu memahami bagaimana pembelajaran dari masa lalu dapat digunakan untuk meningkatkan kebijakan kesehatan di masa depan.
Detail Kegiatan
Webinar 1: Community Mental health in Australia Historical Perspective
Hari/Tanggal : Selasa, 09 Juli 2024
Waktu : 13.00-14.30 WIB
Jam (WIB) | Topik | PIC/Narasumber |
13.00-13.05 | Pemutaran video bumper | PKMK |
13.05-13.10 | Pembukaan | Prof. Laksono Trisnantoro |
13.10-13.40 | Pemaparan Materi | Moderator: dr. Valentina
Narasumber: Prof. Hans Pols |
13.40- 14.00 | Pembahasan Materi | Pembahas:
|
14.00- 14.25 | Tanya jawab dan diskusi | Dipandu moderator, kembali ke MC |
14.25-14.30 | Informasi tentang website sejarah kesehatan Indonesia: https://sejarahkesehatan.net
Penutupan & foto bersama |
Moderator: dr. Valentina |
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM menyelenggarakan Seri Webinar Sejarah Kebijakan Kesehatan pada Selasa, 9 Juli 2024 melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung juga melalui Youtube PKMK FK-KMK UGM. Webinar #1 mengangkat topik Community Mental Health in Australia: Historical Perspective. Narasumber utama dalam webinar yaitu Prof. Hans Pols dari University of Sydney. Hans memiliki ketertarikan pada sejarah, sosiologi dan antropologi psikiatri serta kesehatan mental. Saat ini, Hans terlibat dalam proyek penelitian besar yang didanai oleh ARC mengenai Sejarah Kesehatan Mental Masyarakat di Australia. Selain Hans, hadir pula pembahas yang expert dalam “Mental Health” yaitu Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Psikologi UGM dan drg. Vensya Sitohang, M.Epid. selaku perwakilan dari Direktorat Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan RI
Webinar ini dibuka dengan sambutan dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Pihaknya menyampaikan bahwa webinar ini terselenggara sebagai bentuk respon dari ketertarikan sebuah ‘kelompok’ masyarakat pada perkembangan sejarah kebijakan kesehatan. Terselenggaranya webinar ini juga bentuk kerjasama antar disiplin ilmu yaitu antara Fakultas Kedokteran UGM dengan Departemen Sejarah FIB UGM. Hal ini juga ditunjukkan dengan proyek penelitian mengenai “Sejarah Kebijakan Kesehatan di Indonesia” yang sedang digarap oleh PKMK FK-KKMK UGM bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Pada kesempatan ini disampaikan pula, ketertarikan Hans pada kesehatan jiwa di Australia dengan pendekatan historical science menjadi menarik untuk dibahas. Sehingga diharapkan dari pengalaman di Australia dapat diterapkan di Indonesia khususnya dalam sejarah kebijakan kesehatan. Oleh karena itu, dua pembahas yang hadir diharapkan dapat melihat perspektif baru terutama mengenai “Apakah di Indonesia ini diperlukan penelitian sejarah kesehatan jiwa?”.
Sambutan lain disampaikan oleh Kepala Departemen Sejarah FIB UGM, Dr. Abdul Wahid, M.Hum., M.Phil. Abdul mempertegas pernyataan yang disampaikan oleh Laksono bahwa program kerjasama ini menjadi sangat penting sekali terutama pada perspektif sejarah dan sebuah kebanggaan tersendiri. Faktanya dialog antar disiplin ilmu perlu terus dikembangkan. Hal ini menunjukkan dalam perkembangan ‘kekinian’ kebutuhan dalam memahami perspektif sejarah pada perkembangan kebijakan kesehatan sangat penting sekali. Salah satunya dapat dilihat dari karya tulis Hans mengenai studi-studi kebijakan kesehatan dari jaman kolonial yang memiliki kesinambungan antar periode. Hal ini sangat penting agar arah kebijakan dan riset kebijakan dapat menunjukkan kesinambungan tidak hanya terkonsentrasi hal yang terjadi sekarang namun juga ke belakang. Kajian-kajian sejarah yang hadir dapat memperkaya khasanah pengetahuan kita.
Prof. Hans Pols menyampaikan pada Fase 1 yaitu awal abad ke 19 di Australia sudah terdapat ‘Rumah Sakit’ namun pada abad tersebut muncul adanya konsensus bahwa ‘Rumah Sakit Jiwa’ adalah tempat terbaik dan solusi untuk mengobati penyakit jiwa yang sangat efektif.
Selain itu disampaikan pula, bahwa pada 1960, banyak ditemukan pasien yang mayoritas adalah wanita dengan gangguan demensia, orang tua di panti jompo dan pasien yang dirawat lama. Namun tidak sebanding dengan fasilitas rumah sakit, dimana banyak RS yang kualitasnya sangat buruk. Fase ke-2 mengenai pelayanan mental health salah satunya melalui “Komunitas”. Pada fase ke 3 munculnya komunitas mental health seperti:
- AFARMI adalah Asosiasi/komunitas mental health yang menyediakan layanan dukungan dan pendidikan kepada orang-orang yang memiliki mental health, orang-orang dengan kebutuhan dukungan keluarga dan pengasuh mereka. Hingga saat ini AFARMI masih ada dan sudah melalang buana di berbagai negara
- Psychiatric Rehabilitation Association (PRA)
Asosiasi sukarela, yang berkontribusi dari aspirasi penduduk lokal dengan mengembangkan dan melatih tenaga pemulihan yang sekaligus mempromosikan kesehatan. Tujuannya menyediakan informasi dan meningkatkan skill (melatih skill) praktik psikiatri - Richmond Fellowship
Didirikan di UK pada tahun 1970. - Louisa Lawson House
Tempat ini dikhususkan bagi wanita dengan depresi, dimana ini menjadi tempat perlindungan atas wanita yang menjadi korban kekerasan seperti KDRT
Pada 1978, setelah pemerintah Australia mewajibkan di setiap rumah sakit menyediakan ruang khusus untuk mental health. Sehingga di setiap komunitas mendapatkan perawatan untuk mengatasi penyakit mental, dan didukung dengan penyediaan selama 24 hours/day, pelayanan komunitas yang tegas, dan didukung dengan kunjungan rutin dari perawat dan pekerja sosial. Hal ini muncul sebagai pencegahan kekambuhan pada pasien mental health. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, ketika para penyandang penyakit mental ketika kembali ke komunitas (masyarakat) dalam keadaan yang sudah 0 nol atau terlahir dengan 0 nol kembali seperti sediakala. Informasi mengenai kesehatan mental di Australia dapat diakses melalui Tautan ini
Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D. menyampaikan adanya Community Mental Health dalam prakteknya sangat perlu dikembangkan di Indonesia untuk kajian yang komprehensif sebagai landasan pengembangan kebijakan. Dengan catatan adanya peran politisi dan mekanisme politik berjalan bersama pada proses perumusan kebijakan kesehatan pada kesehatan jiwa. Sehingga dalam banyak hal tidak terhindarkan terkait sistem pelayanan publik untuk pengambilan keputusan. Sebagai contoh dari yang disampaikan oleh Hans bahwa dalam kajian kesehatan jiwa di Australia, proses politik di Australia juga berdampak pada pengambilan kebijakan kesehatan jiwa yang diterapkan, maka disini diperlukan sebuah advokasi.
drg. Vensya Sitohang, M.Epid. menyampaikan bahwa Hans telah menulis karya dengan judul “Merawat Bangsa” yang diharapkan kita dapat banyak berkolaborasi untuk menghasilkan karya-karya yang serupa lainnya. Dengan dikumpulkan bersama para ahli, Indonesia sendiri sudah berkomitmen untuk mental health salah satunya sudah tidak lagi menyebutkan rumah sakit jiwa. Merumuskan tidak ada lagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang terlantar. Melihat kacamata transformasi sistem kesehatan di indonesia yang perlu dicatatkan 8 aspek pada legislasi.
Pada akhir sesi webinar ini ditutup dengan pernyataan dari Anto perwakilan dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) yaitu “The officials government/people in ministry might changes or replaced over time, whereas us, lived experience organisation will stay forever, making changes, regardless of lacks supports, investing on consumer organisation will benefit for whole nations”.