5 mins read

Reportase Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan Seri 1

Perkembangan Transformasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999-2023

PKMK-Yogyakarta.  Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Departemen Sejarah FIB UGM menyelenggarakan Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan “Perkembangan Transformasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999-2023” pada April hingga Juni mendatang. Kali ini webinar mengangkat topik  “Kebijakan Kesehatan Masa Reformasi Politik Hingga Desentralisasi Kesehatan, 1999-2009”, yang diselenggarakan pada Rabu (17/4/2025). Webinar ini membahas penerapan dari kebijakan kesehatan pada masa reformasi politik hingga desentralisasi kesehatan, pada 1999 hingga 2009. Diskusi ini diharapkan dapat memahami sejarah kebijakan kesehatan dengan menganalisis konteks sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi kebijakan kesehatan di Indonesia pada masa reformasi (1999-2009). Selain itu, diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan kesehatan yang diterapkan sehingga dapat menjadi wadah berdiskusi akan tantangan dan peluang dalam implementasi dari penerapan reformasi di bidang kesehatan.

Pengantar diskusi, disampaikan langsung oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. bahwa Webinar Seri Sejarah Kebijakan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PKMK FK-KMK UGM bersama Departemen Sejarah FIB UGM berlangsung dari 17 April hingga 25 Juni 2025, mengkaji perkembangan kebijakan kesehatan Indonesia selama 25 tahun terakhir, mulai dari era Reformasi hingga pasca pandemi COVID-19 dengan tema “Perkembangan Transformasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia, Dari Reformasi Hingga Pasca COVID-19, 1999–2023.” Webinar ini terbagi dalam lima seri yang membahas periode penting: Reformasi dan desentralisasi (1999–2009), era Jaminan Kesehatan Nasional (2009–2019), kebijakan pandemi COVID-19 (2020–2023), transformasi sistem kesehatan saat ini (2023–sekarang), dan evaluasi keseluruhan pada forum internasional HOMSEA ke-10.

Diskusi ini menghadirkan perspektif sejarah dan praktis dari akademisi dan praktisi, mengkaji pengaruh perubahan politik, sosial, dan ekonomi terhadap kebijakan kesehatan serta tantangan pelaksanaannya di lapangan. Tujuan utama adalah mendokumentasikan sejarah kebijakan secara ilmiah, merekonstruksi narasi kebijakan dalam bentuk buku, dan mengintegrasikan pendekatan multidisiplin agar sejarah kebijakan dapat menjadi referensi dalam pengambilan keputusan saat ini. Kerangka analisis webinar mengacu pada definisi kebijakan kesehatan menurut Walt (1994) dan Janovsky & Cassels (1995), serta menggunakan pendekatan “Six Building Blocks of Health System” untuk memahami dinamika kebijakan secara sistematis.

Seri pertama membahas kebijakan kesehatan masa Reformasi dengan pembicara dari bidang sejarah dan birokrasi kesehatan, menyoroti dampak desentralisasi dan perubahan politik terhadap pelayanan kesehatan. Webinar berikutnya akan mengulas era JKN, strategi kebijakan selama pandemi, dan transformasi pasca-pandemi. Kegiatan ini menegaskan pentingnya belajar dari sejarah untuk membangun masa depan kebijakan kesehatan yang lebih baik dan menjamin hak kesehatan seluruh warga negara.

Pemaparan pertama disampaikan oleh Dr. Abdul Wahid, M.Hum., M.Phil; (Kepala Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM) dengan Tema “Kebijakan Kesehatan di Indonesia Masa Reformasi Politik hingga Desentralisasi Kesehatan, 1999-2009”. Menurut Wahid, Pada periode 1999–2009 menjadi fondasi transformasi besar sistem kesehatan nasional Indonesia, ditandai oleh Reformasi Politik dan desentralisasi pengelolaan kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah melalui UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004. Kebijakan ini bertujuan mendekatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat dengan standar pelayanan minimal, meski menghadapi tantangan seperti kapasitas fiskal daerah dan ketimpangan wilayah. Program perlindungan sosial seperti JPS-BK, JPK Gakin, Askeskin, dan Jamkesmas mulai dibangun untuk menjamin akses bagi kelompok miskin. Perhatian pada kesehatan ibu dan anak, gizi, serta pengendalian penyakit juga meningkat melalui berbagai program nasional. Reformasi rumah sakit dengan status BLU/BUMD dan pengelolaan keuangan yang lebih profesional mulai diterapkan. Di bidang obat dan alat kesehatan, pemerintah mendorong distribusi merata dan keterlibatan masyarakat lewat program TOGA. Sumber daya manusia kesehatan mengalami perubahan signifikan dengan UU Praktik Kedokteran 2004 yang memberikan peran lebih besar pada organisasi profesi seperti IDI. Secara keseluruhan, periode ini menandai pergeseran paradigma kesehatan sebagai hak warga negara, dengan upaya memperluas akses, memperbaiki tata kelola, dan menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan sosial-ekonomi yang berkembang.

Pemaparan kedua, disampaikan oleh drg. Oscar Primadi, MPH (Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Tahun 2018-2021),. Dalam kesempatan ini, beliau juga menyampaikan pengalaman Oscar sebagai pelaku sejarah saat masa reformasi dulu. Oscar menyampaikan beberapa pengalaman ketika menjadi kepala dinas kesehatan baik tingkat provinsi maupun kabupaten di Kalimantan pada awal 2004-2009. Oscar Primadi menjelaskan bahwa krisis ekonomi 1998 dan reformasi politik membuka babak baru kebijakan kesehatan Indonesia dengan desentralisasi pengelolaan kesehatan melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004. Pemerintah daerah mendapat peran lebih besar, termasuk pengelolaan rumah sakit daerah sebagai BLUD, yang memungkinkan inovasi kebijakan sesuai kebutuhan lokal. Namun, ketimpangan kapasitas antar daerah menjadi tantangan utama. Sistem jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin berkembang dari JPS-BK hingga Jamkesmas, meningkatkan akses meski masih bergantung pada APBN. Layanan primer seperti Puskesmas dan Posyandu direvitalisasi, namun masih menghadapi kendala infrastruktur dan SDM. Regulasi profesi kesehatan diperkuat lewat UU Praktik Kedokteran 2004 dan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia. Pembiayaan kesehatan mulai diatur dengan mandatory spending dan Dana Alokasi Khusus, serta respons cepat terhadap wabah penyakit. Meski ada kemajuan, tantangan seperti fragmentasi kebijakan pusat-daerah dan ketidakseimbangan distribusi tenaga kesehatan masih perlu diatasi agar desentralisasi tidak menimbulkan ketimpangan baru. Periode 1999–2009 menjadi fondasi sistem kesehatan modern Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

Pada penutupan webinar kali ini, moderator menyampaikan juga bahwa akan ada agenda terdekat berupa diskusi mengenai Sejarah Kebijakan Kesehatan pada masa Jaminan Kesehatan Nasional. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada 30 April 2025 dengan Tema “Disrupsi Kebijakan dan Dilema Desentralisasi pada Masa Jaminan Kesehatan Nasional. 2009 – 2019” dengan narasumber Baha’Uddin, S.S., M.Hum (Dosen Departemen Sejarah FIB UGM) dan Dr. Siswanto, MHP., DTM (Analis Kebijakan Ahli Utama, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kemenkes RI 2023 sd Sekarang).

Halaman utama seri webinar:

HALAMAN UTAMA

 

Reporter:

Aulia Putri Hijriyah, S.Sej.,

Galen Sousan Amory, S. Sej.,